Proses Pengolahan Sampah di Super
Depo Sutorejo. Foto: Petrus Riski
Surabaya menjadi salah satu kota di
Indonesia yang dinilai mampu mengelola sampah dengan baik, melalui program 3R (reduce,
reuse, recycle). Tidak hanya itu, Program 3R dinilai telah menjadi landasan
upaya pengelolaan sampah secara mandiri oleh masyarakat, dalam rangka
mengurangi sampah dan mengambil nilai ekonomis dari sampah.
Hal ini menjadikan Surabaya salah
satu contoh kota yang masyarakatnya berhasil mengelola sampah, sehingga menjadi
role model negara-negara di Asia Pasifik. Melalui sejumlah keberhasilan di
bidang
kebersihan yang berhasil diraih, Surabaya menjadi tuan rumah Forum Regional 3R atau The 5th Regional 3R Forum in Asia & The Pacific bertema Multilayer Partnership & Coalitions as the Basic for 3R’s Promotion in Asia & The Pacific, yang digelar di Hotel Shangri-La Surabaya, Selasa (26/2).
kebersihan yang berhasil diraih, Surabaya menjadi tuan rumah Forum Regional 3R atau The 5th Regional 3R Forum in Asia & The Pacific bertema Multilayer Partnership & Coalitions as the Basic for 3R’s Promotion in Asia & The Pacific, yang digelar di Hotel Shangri-La Surabaya, Selasa (26/2).
Sampah organik yang diolah menjadi
pupuk organik. Foto: Petrus Riski
Menteri Lingkungan Hidup Balthasar
Kambuaya saat pembukaan mengatakan, Kementerian Lingkungan Hidup saat ini
sedang intensif mendorong pemimpin kota-kota di Indonesia, untuk mau mengelola
sampah di kotanya dengan cara 3R, karena sejauh ini penerapan secara keseluruhan
di Indonesia baru sekitar 7%. Artinya selama ini banyak kota yang mengelola
sampah dengan cara lama, yakni dengan menimbun sampah di dalam tanah.
“Untuk tingkat nasional, baru
sebesar 7%. Ini kita dorong supaya bisa mengeloa sampah dengan 3 R. Tetapi untuk
beberapa kota seperti Surabaya, Malang dan Jombang sudah di atas itu. Surabaya one
step ahead (selangkah di depan) dan menjadi role model bagi
kota-kota lain. Makanya, acara ini kita gelar di Surabaya,” kata Balthasar
Kambuaya, Menteri Lingkungan Hidup.
Rumah Kompos Keputran, salah satu
pusat pengolahan sampah di Surabaya. Foto: Petrus Riski
Acara pembukaan The 5th Regional 3R
Forum in Asia & The Pacific dihadiri 300 peserta dari 38 negara-negara di
Asia Pasifik, antara lain Menteri Lingkungan Hidup Jepang, Shinji Inoue, serta
Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf.
Gerakan Indonesia Peduli Sampah
menuju masyarakat berbudaya 3R (reduce, reuse, recycle) untuk kesejahteraan
masyarakat, dideklarasikan di Surabaya dan dihadiri 30 Walikota/ Bupati se-Indonesia,
yang memiliki komitmen besar untuk mewujudkan Indonesia bersih dari sampah pada
2020 mendatang.
Deklarasi ini kata Balthasar
Kambuaya merupakan hal yang sangat penting, karena menyatukan komitmen para
pemimpin untuk mewujudkan Indonesia bebas dari sampah.
“Sampah di kota-kota besar baru bisa
dikelola di bawah 50 persen. Selebihnya tidak diurus. Ada yang dibuang di
pinggir jalan atau ada juga di sungai. Penyelesaian sampah membutuhkan leadership
yang kuat. Anda harus menjadi role model untuk memimpin masyarakat,”
kata Balthazar Kambuaya.
Taman Prestasi, salah satu ruang
terbuka hijau di Surabaya yang bersih di setiap sudutnya. Foto: Petrus Riski
Diungkapkan oleh Balthasar Kambuaya,
Kota Surabaya merupakan salah satu contoh kota yang berhasil mengelola sampah.
Indikator sukses dalam hal pengelolaan sampah berupa adanya bank sampah serta
rumah kompos, sehingga sampah tidak lagi menjadi barang yang tidak berguna,
melainkan justru bernilai uang.
“Surabaya punya pengalaman dalam
investasi sampah. Termasuk melakukan kerja sama dengan Jepang dalam hal
pengolahan sampah,” ujar Balthasar Kambuaya, yang merupakan mantan Rektor
Universitas Cenderawasih, Jayapura, Papua.
Dirjen Cipta Karya Kementerian
Pekerjaan Umum, Imam Santoso Ernawi mengatakan, pihaknya akan melakukan
pembelajaran komunitas 3 R, terutama untuk kategori reduce atau
pengurangan sampah.
“Reduce ini merupakan titik kritis.
Kalau kita bisa mengurangi sampah sebanyak-banyaknya dari sumbernya, maka beban
pengelolaan sampah publik juga akan berkurang,” ungkap Imam Santoso Ernawi.
Sementara itu Walikota Surabaya Tri
Rismaharini mengungkapkan, diperlukan anggaran yang cukup besar untuk biaya
angkut sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA), yang itu dapat ditekan bila
sampah dapat ditekan mulai dari sumbernya.
“Kalau dilihat dari pengelolaan
sampah, sebetulnya justru yang paling besar itu adalah untuk biaya angkut.
Biaya angkutan itu sampai 50 persen, karena itu kalau konsep kita, bisa
menyelesaikan sampah itu di sumbernya, maka biaya angkut itu akan bisa kita
potong,” tandas Risma, Walikota perempuan pertama di Surabaya.
Kunci sukses keberhasilan pengolahan
sampah lanjut Risma juga terletak pada peran serta aktif masyarakat beserta
seluruh elemen yang ada. Keterlibatan semua pihak dalam upaya mengurangi sampah,
menjadikan program 3 R dapat berjalan dengan baik.
”Kata kuncinya adalah partisipasi
dari masyarakat, artinya bukan masyarakat saja, termasuk media juga. Karena itu
dampaknya kan global warming. Taruhlah kita mengelola lingkungan bagus, tapi
kalau negara lain, atau tetangga kita enggak, ya sama saja. Kalau kita mengolah
baik, kalau samping-sampingnya enggak ya gak ada gunanya, kuncinya bagaimana
kita mendekati masyarakat, itu yang paling penting,” Risma menjabarkan kepada Mongabay-Indonesia.
Selain masyarakat, gerakan
pengurangan sampah juga diterapkan di sekolah melalui program Eco School.
Risma mengungkapkan, edukasi kepada anak-anak usia sekolah menjadi salah satu
langkah penting menanamkan budaya 3 R di masyarakat, sehingga masyarakat
semakin banyak yang sadar akan pentingnya mengurangi sampah pribadi, karena
hingga kini sampah rumah tangga merupakan penyumbang terbesar sampah perkotaan.
“Di sekolah itu anak-anak bukan
hanya mengenal lingkungan, tapi mereka juga mempraktekkannya, contohnya
misalkan, kalau sekolah-sekolah yang sudah ikut program eco school, maka
mereka selalu bawa piring dan gelas, jadi tidak ada lagi plastik makanan,
sekarang mereka gak gunakan, bahkan mereka pantang menggunakan sedotan,” lanjut
Tri Rismaharini yang banyak meraih penghargaan dibidang kebersihan dan
lingkungan, baik di tingkat nasional maupun internasional.
Taman Ekspresi di Jalan Genteng
Kali, Surabaya. Foto: Petrus Riski
Menurut Risma, kepedulian warga
terhadap pengelolaan lingkungan berjalan selaras dengan upaya Pemerintah Kota
Surabaya, untuk mewujudkan Kota Pahlawan menjadi kota yang hijau, sejuk dan
asri. Hingga kini Surabaya telah memiliki luas Ruang Terbuka Hijau (RTH)
sebesar 26 persen dari keseluruhan luas wilayah Kota Surabaya. Angka terus naik
dari tahun-tahun sebelumnya yang masih sebesar 9 persen dan 12 persen.
Di dalam Undang Undang (UU) Nomor 26
Tahun 2007 tentang penataan ruang mensyaratkan RTH pada wilayah kota paling
sedikit 30 persen dari luas wilayah kota. RTH terdiri dari ruang terbuka hijau
publik dan ruang terbuka hijau privat. Proporsi RTH publik pada wilayah kota
paling sedikit 20 persen dari luas wilayah kota.
“Kita inginnya RTH bisa di atas 30
persen sehingga Surabaya bisa lebih sejuk. Selain pembuatan taman, RTH juga
bisa berupa pembuatan waduk. Tahun ini sedang kita usahakan,” tutur Risma.
Pengolahan sampah mulai dari rumah
tangga, tempat pembuangan sementara di kampung-kampung, hingga di tempat-tempat
umum menjadi langkah yang efektif untuk mengurangi volume sampah. Tri
Rismaharini mengatakan, upaya pengurangan sampah dengan model 3 R oleh
masyarakat, telah dilakukan sejak dari rumah sehingga sangat membantu menekan
jumlah sampah yang dibawa ke tempat pembuangan akhir sampah.
“Bisa dirasakan hampir setiap tahun,
rata-rata penurunan sampah ke TPA (tempat pembuangan akhir), jadi saat saya
sebagai Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan, itu 2.300 meter kubik per hari
masuk ke TPA. Saat ini posisinya 1.200 meter kubik di TPA. Jadi bisa dilihat
penurunan sampah yang masuk ke TPA. Itu kita gunakan rumah kompos, juga di
masyarakat, kemudian juga pengolahan TPS (tempat pembuangan sementara),”
sambung Risma.
Sebagai bentuk kepedulian terhadap
lingkungan, Pemerintah Kota Surabaya saat ini sedang menggalakkan kampanye
penggunaan tas plastik daur ulang. Hal ini karena sampah plastik menjadi sampah
yang sulit diurai, dan membutuhkan waktu hingga ratusan tahun agar terurai.
“Kita kampanye untuk tidak memakai
tas plastik. Kalau belanja, pakai tas plastik daur ulang,” pungkas Risma seraya
menyebut program Green and Clean, serta Merdeka dari Sampah, telah
digagas Pemerintah Kota Surabaya untuk menciptakan kampung-kampung bersih dan
hijau.
Repost: http://www.mongabay.co.id/2014/02/27/surabaya-kota-percontohan-pengolahan-sampah-terbaik-indonesia/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar